***
Subaltern merupakan istilah yang kerap muncul dalam kajian sosial-politik. Awalnya istilah ini diperkenalkan oleh teorikus Marxis Italia yang termashur, yakni Antonio Gramsci sebagai kelompok-kelompok dalam masyarakat yang menjadi subjek hegemoni dari kelas-kelas sosial yang berkuasa. Tak hanya tertindas, kelas/masyarakat subaltern juga bercirikan tidak memiliki akses kepada kaum elite dan keberadaan maupun suaranya cenderung diabaikan.
Gayatri Chakravorty Spivak, teorikus mazhab post kolonial dari India kemudian mempopulerkan istilah subaltern sebagai subjek yang tertekan, dan marjinal/terpinggirkan, dimana para anggotanya berada di tingkat inferior dalam relasi sosial. Subaltern memiliki dua karakteristik yaitu, adanya penekanan dan di dalamnya bekerja suatu mekanisme pendiskriminasian. Kaum subaltern tidak bisa memahami keberadaannya dan tidak mampu untuk menyuarakan aspirasinya karena mereka tidak memiliki ruang untuk menyuarakan kondisinya, sehingga sangat dibutuhkan hadirnya kaum intelektual sejati sebagai “wakil” mereka.
Sebagai contoh dari mereka yang masuk dalam kategori kaum subaltern ialah:
1) perempuan dalam masyarakat patriarki,
2) anak-anak dalam masyarakat otoriter yang tak menghendaki kebebasan sama sekali,
3) LGBT / kaum trans gender dalam masyarakat yang homopobic,
4) buruh/pekerja dalam masyarakat kapitalis yang keji,
5) mereka yang menjadi minoritas entah karena latar SUKU, AGAMA, RAS, GOLONGAN dalam masyarakat yang anti persatuan dan kebhinekaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar